iklan space 728x90px

Membincang "Bumi Manusia", Roman Fenomenal Karya Pramoedya Ananta Toer

Novel ini merupakan bagian dari tetralogi yang dikarang oleh Pramoedya Ananta Toer selama masa penahanannya di Pulau Buru.

"Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri, bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri (39)."

Sepenggal kalimat itu terdengar akrab di telinga karena kerap dikutip dalam kehidupan sehari-hari. Letupan api keberanian itu hanyalah satu dari sekian pemikiran Pramoedya Ananta Toer yang terekam dalam roman fenomenal Bumi Manusia.

Kalimat itu telah sering dicuplik dan menginspirasi banyak orang. Tidak hanya bagi para pembaca bukunya, bahkan orang-orang yang belum membaca karyanya pun akrab dengan sepenggal kalimat itu.


Lewat Bumi Manusia, Pram dengan kuat menyampaikan semangat untuk memperjuangkan keadilan dan kesetaraan. Hal ini sejalan dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat. Pada akhirnya, setiap orang harus berusaha dengan pikiran, tangan dan kakinya sendiri. Bukan heigantung pada ras, kebangsawanan, suku, atau harta benda.

Buku pertama dari Tetralogi Buru ini merupakan novel semifikasi berlatar belakang sejarah pada masa Kebangkitan Nasional. Tetralogi tersebut terdiri dari Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca.

Sesaat setelah penerbitannya, keempat novel tersebut lang- I sung dilarang beredar oleh pe-merintah. Pemerintah mengang-gap novel-novel karangan Pram itu mempropagandakan ajaran-ajaran Marxisme-Leninisme dan komunisme. Padahal, tak sedikit pun hal-hal tersebut disebutkan dalam buku-bukunya.

Semifiksi
Novel Bumi Manusia ini disebut semifiksi karena Minke sebagai tokoh utamanya merupakan pantulan karakter dan pengalaman RM Tirto Adisuryo, tokoh pers dan tokoh kebangkitan nasional yang juga dikenal sebagai perintis persuratkabaran dan kewartawanan nasional Indonesia.

Tokoh Minke, merupakan realisasi dari keinginan Pram untuk mendudukkan semua manusia dalam kesetaraan. Minke yang berdarah biru berpendapat bahwa kebangsawanan hanya bisa merendahkan orang lain.

Adapun pada masa itu, status kebangsawanan sangat dijunjung tinggi dan dibangga-banggakan sehingga banyak bangsawan yang memanfaatkan darah biru yang melekat padanya untuk kepentingan pribadi. Misalnya, mewariskan jabatan sebagai pe-jabat daerah kepada anaknya. Sebaliknya, Minke menolak tegas bergantung pada darah kebangsawanan yang ditetesi dari orang tuanya.

Tokoh lain berkarakter kuat yang dikisahkan Pram adalah sosok Nyai Ontosoroh. Istri siri seorang Belanda yang tidak sekolahan. Na-mun, pikirannya cerdas cemerlang, mandiri, dan berani. Seorang Nyai yang dianggap rendah derajat dan kesusilaannya, ternyata mempunyai kuaUtas diri yang lebih baik dari wanita pribumi terpelajar dan terhormat di masa itu. Melalui Nyai Ontosoroh, Pram ingin menunjukkan kesetaraan harus diraih dengan keberanian.

Lihat saja pada kalimat penutup getir, ketika Nyai Ontosoroh dan Minke yang tidak berdaya, harus kehilangan Annelis yang diasingkan ke Belanda. Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya. (535).

Bumi Manusia merupakan perwujudan cita-cita Pram yang telah ditanamnya sejak lama. Pram menapaki proses panjang untuk merealisasikannya. Bahan-bahan tulisan untuk Burnt Manusia telah ia kumpulkan sejak sebelum 1965. Sepertiyang dikemukakan Pram dalam Nyanyi Sunyi Seorang Bisu, ia menghimpun bahan autentik, wawancara, membaca. rr.enyiarkan bahan-bahan yang didapat melalui pers untuk mendapatkan perbaikan dan tambah-an dengan biaya yang tidak sedikit dari kantongnya sendiri.

Niat itu dikuatkannya pada tahun 1965 saat ia berumur 40 tahun. Na-mun pada umur tersebut ia justru dijebloskan ke penjara. "Jadi, aku tunda menulis novel sambil melatih diri untuk mengingat dan menggapai-gapai dalam kegelapan." (Nyanyi Sunyi Seorang Bisu, 119). Namun, Pram bisa lega karena mesti tersendat lama akhirnya Tetralogi Buru bisa terwujud. Seperti cita-cita yang sudah terpaku dan diniatkan dalam batinnya. "Aku ingin menulis sebuah roman besar dalam hidupku, dan setiap pengarang bercita-cita meng-hasilkan karya abadi, dibaca sepanjang abad, dan lebih baik lagi: dibaca oleh umat manusia di seluruh dunia sepanjang zaman," ujar Pram dalam catatan hariannya.

Buku Bumi Manusia sendiri dalam riwayatnya pernah diter-bitkan dalam 34 bahasa. 

Keterangan :
Judul Buku : Bumi Manusia
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Hasta Mitra
Halaman : 538
Maman Malmsteen
Maman Malmsteen Aktif menulis sejak tahun 1986 di media massa. Menjadi announcer di Radio Fantasy 93,1 FM sejak tahun 1999. Menjadi Blogger sejak tahun 2010. Sekarang aktif sebagai Content Writer untuk beberapa Blog/Website.

Posting Komentar untuk "Membincang "Bumi Manusia", Roman Fenomenal Karya Pramoedya Ananta Toer"

Follow Berita/Artikel Jendela Informasi di Google News