iklan space 728x90px

Low Poly Art, Kreativitas Seni Digital yang Sederhana, Namun Bernilai Seni


Jendela Informasi - Dunia ilustrasi dan desain selalu menunjukkan perkembangan yang dinamis. Dimulai dari dekade 1920-an yang merupakan tonggak penting dalam dunia seni visual, perkembangannya kini jauh lebih menarik. Setelah WPAP alias Wedha's Pop Art Potrait populer beberapa tahun terakhir, belakangan banyak juga pencinta seni yang tertarik dengan versi yang jauh lebih sederhana, yaitu seni low poly.

Low poly adalah karya seni digital yang tersusun dari garis poligon berupa segitiga yang saling menyatu. Objek segi tiga tersebut terdiri atas ratusan, bahkan ribuan bentuk geometris kecil, yang digabungkan untuk membentuk sebuah gambar menjadi abstrak dan bernilai seni.

Ada juga yang mengenal seni low poly sebagai gaya seni minimalis yang menggunakan geometri tebal dan terang untuk menciptakan citra atau corak. Latar belakang poly yang rendah dapat memberi gambaran tentang nuansa klasik dan bersahaja.

Seni low poly berjalan seiring dengan perkembangan animasi komputer, terutama mulai 1980-an, tatkala penggunaan gaya poligon menjadi lebih digemari. Pada dekade tersebut, video games mulai beralih ke model yang lebih modern seperti konsol PlayStation sehingga animasi tiga dimensi (3D) dengan cepat mengambil tempatnya dalam sejarah.

Seni low poly mulai berperan di sini. Itu karena, dalam banyak kasus, seni 3D harus diaplikasikan untuk menampilkan kualitas seperti efek animasi dan pencahayaan. Low poly mempermudah pembuatan objek 3D karena strukturnya yang real. Low poly juga membantu membuat objek menjadi bentuk 3D sempurna, juga membantu dalam pencahayaan, pewarnaan, motion, tekstur, dan lain-lain.

Dalam perkembangannya, jaring poligon terbagi menjadi low poly dan high poly. Semakin banyak poligon, bentuknya semakin halus dan real. Tak ada pedoman baku berapa banyak poligon yang mesti ada pada sebuah model untuk masuk ke dalam kategori low atau high poly. Namun, pada dasarnya model low poly mempunyai poligon yang ukurannya jauh lebih kecil ketimbang model high poly.

Biasanya, low poly memiliki jumlah poligon di kisaran ribuan atau empat digit. Jumlah poligon model high poly bisa mencapai puluhan bahkan ratusan ribu poligon dalam satu model. 

Pada dunia animasi dan game jumlah poligon dalam satu model akan berpengaruh pada beberapa hal. Misalnya, kualitas model saat dilakukan render (proses membuat gambar hasil akhir dari sebuah desain mentah), serta performa game itu sendiri.


Awalnya penggunaan low poly memang tidak lepas dari pembuatan karakter 3D, seperti game dan animasi. Akan tetapi, belakangan, penggunaannya kian meluas. Low poly menjadi seni yang bisa diaplikasikan pada bidang apa saja. Bahkan, banyak desainer yang menggunakan gaya ini untuk pembuatan poster, logo, suvenir, hingga iklan.  Hal yang paling unik dari poly art yakni kemampuannya untuk menyederhanakan bentuk, sambil tidak menghilangkan kesan. Sehingga, tetap ada aksen kuat yang tertangkap mata ketika melihat hasil akhir.

Tidak bisa dimungkiri, untuk membuat dan menyelesaikan desain low poly dibutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, kesabaran dan ketekunan dari desainer sangat diperlukan. Bagaimana tidak, desainer grafis yang membuat low poly dituntut harus bisa membuat segitiga kecil, sedang, maupun agak besar dalam setiap lekuk-lekuk objek, mengikuti alur dan garis objek, sampai membuat ilustrasi semi tiga dimensi dalam beberapa sektor objek. Hal itu yang membuat seni low poly ini bisa dikatakan begitu menarik dan memiliki harga saing yang tinggi.

Biasanya, untuk membuat low poly dari satu citra simetris yang sangat sederhana, dibutuhkan waktu antara satu hingga dua jam, tergantung pada tingkat kesulitan gambar. Sedangkan pada citra yang tidak simetris, dibutuhkan waktu lebih lama, karena hasil akhir yang tidak bisa disalin dan ditempel begitu saja menggunakan teknik mirroring.

Tentu saja, kini sudah banyak ditemukan beberapa filter atau aplikasi yang bisa digunakan untuk membuat low poly pada gambar digital. Tinggal "klik", maka sebuah model atau citra bisa berubah dengan mudah.

Hanya sesuai dengan prosesnya yang instan, hasil akhirnya pun kurang rapi dan detail. Adapun keunikan low poly dalam hal keabstrakan objek itu sendiri, tidak bisa tercapai. Di sinilah, kreaivitas dan imajinasi desainer grafis itu diuji. Bagaimana ia bisa meletakkan sudut-sudut segitiganya dengan tepat dan indah, juga pemilihan wama satu per satu, yang sesuai dengan warna-wama sekitarnya maupun warna asli dari objek sumbernya. 

Perbedaan Low Poly Art dengan WRAP dan Seni Vektor
Sekilas hasil akhir low poly art akan rnengingatkan orang pada WPAP dan triangle art. Padahal, bentuk sebenamya jauh berbeda. Meskipun, ketiganya sama-sama merupakan jenis dari kreativitas seni digital.

Seni vektor dikenal karena kemampuannya memberikan efek seperti kartun pada foto. Dengan kata lain, walaupun foto dibuat seperti memiliki efek kartun, tetapi hasil akhirnya tetap terlihat mirip dengan foto aslinya.

Sedangkan WPAP yang merupakan singkatan dari Wedha's Pop Art Potrait adalah seni mengubah foto atau gambar wajah dengan komposisi wama yang sedikit lebih mencolok secara bersilang, tanpa mengubah tekstur bentuk gambar aslinya.

WPAP biasanya diaplikasikan pada wajah, sedangkan seni low poly lebih leluasa diaplikasikan di mana saja. Mulai dari wajah manusia, buah, hewan, hingga pemandangan alam. Dari segi warna juga jauh berbeda. Seni WPAP memiliki warna yang sangat kontras, sedangkan warna low poly terlihat lebih harmonis dengan objek aslinya. Selamat mencoba! [Endah Asih/PRM/04112018]

Maman Malmsteen
Maman Malmsteen Aktif menulis sejak tahun 1986 di media massa. Menjadi announcer di Radio Fantasy 93,1 FM sejak tahun 1999. Menjadi Blogger sejak tahun 2010. Sekarang aktif sebagai Content Writer untuk beberapa Blog/Website.

Posting Komentar untuk "Low Poly Art, Kreativitas Seni Digital yang Sederhana, Namun Bernilai Seni"

Follow Berita/Artikel Jendela Informasi di Google News