iklan space 728x90px

Vitiligo, Penyakit Kulit Ini Bisa Turunkan Kualitas Hidup dan Kualitas Sosial Anda

Jendela Informasi - Vitiligo bisa jadi istilah asing bahkan baru didengar bagi sebagian kalangan. Penyakit itu menyerang kulit akibat autoimun. Kulit terlihat berbeda warna dengan kulit asli, layaknya bercak putih di satu bagian atau beberapa bagian permukaan kulit seperti di lengan, leher, bahkan di wajah.

Kelainan kulit tersebut memang tidak ada gejala yang objektif. Penderita tidak mengalami gatal, mati rasa, dan tidak merasakan nyeri. Berbeda dengan panu, vitiligo putih dan berbatas tegas. Model internasional Winnie Harlow merupakah penderita vitiligo. Mendiang raja pop Michael Jackson pun termasuk penderita kelainan kulit tersebut.

Vitiligo atau corob dalam bahasa Sunda adalah penyimpangan pigmentasi kulit, yakni lenyapnya melanosit (sel penghasil pigmen) karena berbagai hal yang mengakibatkan tidak terbentuknya pigmen (zat warna) sehingga kulit penderita vitiligo kelihatan putih seperti susu atau kapur. Proses hilangnya pigmen ini disebut depigmentasi.

Sekitar 50% penderita vitiligo terjadi pada usia kurang dari 20 tahun dan 60% dari golongan itu timbul pada masa kanak-kanak. Vitiligo tidak memandang usia, jenis kelamin, dan status sosial seseorang. Siapa pun bisa terkena. 

Vitiligo bukan penyakit kutukan, tidak mengancam jiwa, dan tidak menimbulkan komplikasi. Namun memang secara estetika mengganggu sehingga memengaruhi psikologis penderita yang ujung-ujungnya berpengaruh pada kualitas hidup pasien.

Penyebabnya, autoimun yang terbentuk akibat kekeliruan imunologi (sistem kekebalan tubuh) dalam mengetahui bagian tubuhnya sendiri dengan menganggapnya sebagai musuh dan kemudian "diserang" sampai muncul penyakit. Pada vitiligo, yang "dianggap musuh" adalah melanosit (pigmen kulit). Penyebab lainnya, stres, adanya penyakit autoimun lain seperti lupus, hipertiroid, trauma benda tajam, atau tumpul yang berulang seperti pemakaian jam tangan dan sandal jepit yang terlalu ketat.

Vitiligo ini kelainan pigmen jadi tidak ada melanosit atau sel penghasil pigmen. Otomatis kalau pabriknya enggak ada produknya sendiri enggak ada warna. Pigmen itu yang memberi warna pada kulit, pada mukosa atau bibir kemudian rambut, dan kuku.

Vitiligo itu melanosit sel pigmennya tidak kokoh, mudah goyah dan lepas sehingga menjadi putih. Yang menyebabkannya lepas, antara . lain trauma tajam, misalnya, kena luka pisau. Bisa juga trauma tumpul yang berulang (repetitive blind trauma) seperti memakai kacamata, jam tangan, atau sandal jepit terlalu ketat, atau aktivitas sehari-hari yang tidak disadari penderita seperti sering mengetik, memakai masker, atau terkena detergen pemutih sehingga menyebabkan iritasi. Bekasnya bisa menjadi vitihgo.

Depresi
Berdasarkan penelitian, banyak penderita vitiligo yang hampir depresi. Selain menurunkan kualitas hidup juga lebih karena psikososial dan interaksinya juga. Sebenamya vitihgo ini penyakit ke arah life threatening disease atau mengancam kualitas hidup dan kualitas sosialnya, tetapi memang vitiligo ini berhubungan dengan penyakit autoimun lain seperti lupus, seroasis karena itu golongan penyakit autoimun.

Penyakit itu tetap perlu diobati meski terbilang susah-susah gampang diobati karena ada yang cepat sembuh ada yang lama sembuh. Respons setiap orang  berbeda-beda.

Sebetulnya vitiligo bukan penyakit yang diturunkan secara langsung. Jika bapaknya menderita vitiligo bukan berarti anaknya vitiligo, meskipun secara genetik ada pengaruhnya. Penyakit itu tidak menular, juga bukan penyakit kutukan.

Anggapan bahwa vitiligo tidak ada obatnya adalah mitos. Vitiligo ada obatnya, tetapi ada yang cepat sembuh dan ada yang lama sembuhnya. Saat ini pengobatan vitiligo yang cukup efektif ialah dengan obat yang dioles, fototerapi, serta obat yang diminum sebagai tambahan. Semua memberikan hasil yang bervariasi pada tiap individu.

Fototerapi dilakukan seminggu sekali, minimal delapan minggu. Hal itu pun bisa dibantu dengan banyak asupan vitamin dan sayuran. Nantinya, vitiligo mengecil. Upaya lain bisa dengan cangkok kulit.

Kendati vitiligo tidak berbahaya, tetapi jika dibiarkan bisa meluas ke permukaan kulit lain. Stres sangat berpengaruh pada penderita vitiligo. Dengan semakin luasnya vitiligo, penderita semakin stres sehingga vitiligo semakin melebar. Demikian seterusnya bagaikan lingkaran setan. Oleh karena itu, pasien vitiligo tidak boleh stres. Satu hal yang penting bahwa vitiligo dapat dicegah dan dapat diobati. 

Maman Malmsteen
Maman Malmsteen Aktif menulis sejak tahun 1986 di media massa. Menjadi announcer di Radio Fantasy 93,1 FM sejak tahun 1999. Menjadi Blogger sejak tahun 2010. Sekarang aktif sebagai Content Writer untuk beberapa Blog/Website.
Follow Berita/Artikel Jendela Informasi di Google News