iklan space 728x90px

Pramoedya Ananta Toer, Sastrawan Paling Produktif Dalam Sejarah Sastra Indonesia


Jendela Informasi - Bumi Manusia telah menjadi tunas jauh sebelum Pramoedya Ananta Toer menjalani pembuangan sebagai tahanan politik di Pulau Buru (Agustus 1969-No-vember 1979).

Seperti dituturkan Pram dalam buku Nyanyi Sunyi Seorang Bisu (catatan harian dan pemikiran Pram selama menjadi tahanan), materi buku Bumi Manusia dan rangkaiannya telah ia kumpulkan dari studi sebelum ditahan. Ia menulis berdasarkan bahan-bahan yang masih melekat di ingatan. "Karena berdasarkan ingatan semata tentu banyak kekurangannya," ujar Pram dalam Nyanyi Sunyi Seorang Bisu.


Pram ditahan pemerintahan Soeharto karena pandangannya yang dinilai prokomunis. Larangan menulis yang dijatuhkan kepadanya selama menjalani masa pembuangan di Buru tidak menghalangi Pram untuk terus menulis. Dalam ketiadaan kertas dan pena, buku pertama dari serangkaian roman empat jilid (tetralogi) ini lahir melalui catatan rapi yang ditulis di kepala pria yang lahir di Blora, 6 Februari 1925, tersebut.

Kisah Nyai Ontosoroh dan Minke yang memperjuangkan keadilan dan kesetaraan telah diceritakan Pram secara lisan kepada teman-teman sesama tahanan di Unit III Wanayasa di pulau pembuangan Buru pada 1973. Kisah itu baru berwujud buku dua tahun kemudian, pada 1975, yang diterbitkan Hasta Mitra.
Tetralogi ini adalah satu kesatuan yang setiap jilidnya dapat berdiri sendiri. Setelah Bumi Manusia, buku lanjutannya ialah Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan ditutup dengan Rumah Kaca. Kisahnya melingkupi masa kejadian 1898 sampai 1918, masa periode kebangkitan nasional. Masa yang hampir tak pernah dijamah sastra Indonesia, masa awal masuknya pengaruh pemikiran rasional, dan awal pertumbuhan organisasi-organisasi modern. Juga berarti awal kelahiran demokrasi pola Revolusi Prancis. Di luar negeri, karya ini dikenal sebagai The Buru Quartet.

Kritik tajam pada ketidakadilan dan gelora keberanian yang ia letupkan dalam setiap tulisannya menyeret Pram yang bekerja sebagai pengarang menjalani masa tahanan selama 14 tahun. Karya-karyanya dimusnahkan, dilarang beredar. Koleksi-koleksi buku dan catatan pribadinya dibakar habis jadi abu. Tuduhan yang ditujukan kepadanya tidak pernah jelas. Ia tidak pernah diadili sampai akhirnya dibebaskan pada 21 Desember 1979. Setelah itu ia masih dikenai tahanan rumah dan wajib lapor selama bertahun-tahun.

Kritik tajam pada ketidakadilan dan gelora keberanian yang ia letupkan dalam setiap tulisannya menyeret Pram yang bekerja sebagai pengarang menjalani masa tahanan selama 14 tahun.

Pramoedya Ananta Toer termasuk salah satu penulis sastra terbaik Indonesia. Ia juga paling produktif dalam sejarah sastra Indonesia. Lebih dari 50 karya telah lahir dari tangannya dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 41 bahasa asing. Melalui goresan karya-karyanya itulah Pram dikenal dan disegani dunia.

Semasa hidupnya, Pram telah meraih berbagai penghargaan tingkat dunia. Ia telah dipertimbangkan untuk mendapat Nobel Sastra. Ia memenangi Hadiah Budaya Asia Fukuoka XI 2000. Pada 2004, Norwegian Authors' Union Award memberi penghargaan kepada Pram atas sumbangannya pada sastra dunia. Pada 1999, ia mendapat gelar kehormatan Doctor of Humane Letters dari Universitas Michigan. 
Maman Malmsteen
Maman Malmsteen Aktif menulis sejak tahun 1986 di media massa. Menjadi announcer di Radio Fantasy 93,1 FM sejak tahun 1999. Menjadi Blogger sejak tahun 2010. Sekarang aktif sebagai Content Writer untuk beberapa Blog/Website.

2 komentar untuk "Pramoedya Ananta Toer, Sastrawan Paling Produktif Dalam Sejarah Sastra Indonesia"

Berilah komentar yang sopan dan konstruktif. Diharap jangan melakukan spam dan menaruh link aktif. Terima kasih.

Follow Berita/Artikel Jendela Informasi di Google News