iklan space 728x90px

Puasa Optimalkan Imunitas Tubuh

Puasa Optimalkan Imunitas Tubuh - Ibadah puasa di bulan Ramadan dapat menjadi metode yang sangat efektif untuk mengoptimalkan kinerja sistem imun dan sistem endokrin (komunikasi antarjaringan, bahkan organ yang biasanya diperankan oleh hormon) manusia. 

Sistem pertahanan tubuh pada manusia atau yang lebih dikenal sebagai sistem imun sering diartikan sebagai suatu efektor dalam menghalau "musuh" yang terdiri dari zat asing yang akan memasuki tubuh. Sesungguhnya secara historiografi kata "imun" berasal dari suatu istilah era Romawi yang diasosiasikan dengan suatu keadaan "bebas utang". Dengan demikian, sistem imun lebih tepat diartikan sebagai suatu sistem yang menjamin terjalinnya suatu komunikasi antara manusia dengan lingkungannya (media hidupnya) secara setara dan tidak saling merugikan. 

Ibadah puasa di bulan Ramadan dapat menjadi metode sangat efektif untuk mengoptimalkan kinerja sistem imun dan sistem endokrin (komunikasi antarjaringan, bahkan organ yang biasanya diperankan oleh hormon) manusia, khususnya bila dijalankan dengan niat yang kuat, keikhlasan yang tinggi, disertai pengaturan pola hidup yang berkesinambungan. 

Sebelum membahas peran positif ibadah puasa terhadap profil imunologi dan endokrinologi seorang manusia, berikut sekilas pemaparan tentang imun. Secara umurn sistem imun manusia terbagi dalam dua ranah fungsional, yaitu alamiah dan adaptif (spesifik). Sistem imun alamiah terentang luas, mulai dari air mata, air liur, keringat (dengan pH yang rendah/asam), bulu hidung, kulit, selaput lendir, laktoferin, dan asam neuraminik (pada air susu ibu), sampai asam lambung termasuk di dalamnya. Secara lebih mendetail di dalam cairan tubuh seperti air mata atau darah terdapat komponen sistem imun alamiah yang antara lain terdiri dari fasa cair seperti IgA (Imunoglobulin A),  Interferon,  Komplemen,  Lisozim,  ataupun Creactive Protein (CRP). 

Sementara fasa seluler terdiri dari sel-sel pemangsa (fagosit) misalnya sel darah putih (polymorpho nuclear/PMN), sel-sel mononuklear, sel pembunuh alamiah (natural killer), dan sel-sel dendritik. 

Sementara itu, pada sistem imun adaptif terdapat sistem dan stniktur fungsi yang lebih kompleks dan beragam. Sistem imun adaptif terdiri dari sub sistem seluler yaitu keluarga sel limfosit T (T penolong dan T sitotoksik) dan keluarga sel mono-nuldear (berinti tunggal). Subsistem kedua adalah subsistem humoral, yang terdiri dari kelompok protein globulin terlarut (fasa cair), yaitu Imunoglobulin G, A, M, D, dan E. Imunoglobulin dihasilkan oleh sel limfosit B melalui suatu proses akti-vasi khusus, bergantung kepada ka-rakteristik antigen yang dihadapi. Secara berkesinambungan, dalam jalinan koordinasi yang harmonis, sistem imun baik yang alamiah maupun adapatif, senantiasa bahu-membahu menjaga keselarasan interaksi antara sistem tubuh manusia dengan media hidupnya (ekosistem). 

Siapakah "koordinator" sistem imun? Tak lain dan tak bukan adalah sistem komunikasi dalam tubuh manusia. Temyata, subhanallah, di dalam tubuh manusia yang sangat rumit dan terdiri atas miliaran sel, terdapat suatu mekanisme komunikasi yang sangat canggih. Sistem komunikasi dalam tubuh manusia berdasar ruang lingkup konektivitas terbagi atas divisi autokrin, paralcrin, dan endokrin. Autokrin adalah komunikasi intrasel, diperankan oleh faktor transduksi, transkripsi, dan pertumbuhan. Parakrin adalah komunikasi intra jaringan (lokal), diperankan oleh sitokin dan faktor pertumbuhan. Sementara itu, endokrin adalah komunikasi antarjaringan bahkan organ yang biasanya diperankan oleh hormon. 

Pada perspektif psikoneuroimunologi, sistem imun amat dipengaruhi oleh kinerja sistem hormon dari poros (axis) hipotalamus-hipofise-kelenjar anak ginjal. Kualitas kinerja sistem imun amat dipengaruhi oleh kadar hormon glukokortikoid dan mineralokortikoid dari kelenjar anak ginjal. 

Sementara itu, kinerja kelenjar anak ginjal amat bergantung kepada keberadaan hormon ACTH dan C-RF (Cnrticotropin Releasing Factor) dari poros hipotalamus-hipofise Kadar kortisol yang tinggi akan menekan (mensupresi) baik sistem imun seluler maupun humoral. 

Tertekannya sistem imun akibat tidak berimbangnya sistem endokrin biasa didapati pada keadaan ketegangan psikis (ansietas dan depresi). Kecurigaan serta kekhawatiran berlebih (paranoia) termasuk dalam masalah kesehatan pribadi (hipokondriak) juga dapat mengakibatkan tertekannya sistem imun melalui jalur hormon otak. Akibat nyata dari tertekannya sistem imun adalah rentannya manusia terhadap penyakit-penyakit infeksi. Pada akhirnya kondisi ketidakseimbangan hormon dan tidak optimalnya sistem imun dapat juga memicu munculnya penyakit-penyakit degeneratif seperti jantung koroner dan perdarahan serebrovaskular (stroke). 

Tiga Gatra Puasa
Pengertian atau esensi Ramadan yang terkait dengan proses penyucian diri, perbaikan, serta peningkatan kualitas diri ini, tercermin dari kegiatan ibadah yang kita jalani di dalamnya. Sekurangnya ada tiga gatra utama ibadah puasa Ramadan yang perlu kita cermati, yaitu pengendalian dan pengelolaan proses nutrisional, pengaturan kembali ritme kehidupan dan siklus sirkadian (jam biologis), serta optimasi potensi fisik melalui pengenalan fitrah manusia. 

Gatra pertama, pada bulan Ramadan kita diminta untuk mensinkronisasikan antara tuntutan kebutuhan dasar manusia (energi) dan pola atau mekanisme pemenuhannya. Sinkron dan selarasnya tuntutan hawa nafsu/motivasi dasar hidup manusia dengan pola pemenuhannya yang terkendali, tertata secara sistematis (rasional) serta terbalut empati yang dalam, akan menempatkan kebutuhan terhadap energi melalui proses makan sebagai suatu bentuk ibadah ghoirumahdoh yang dapat menjadikan manusia bersifat welas asih, sabar, mampu memandang masalah secara proporsional/berimbang, serta dapat menempatkan diri pada berbagai situasi dengan mulus/perilaku adaptif. Kemampuan mengendalikan rasa lapar dan kebutuhati alcan zat pangan akan menjadikan manusia (berikut seluruh sistem tubuhnya) makhluk mulia yang produktif, tidak bersifat instan (ciri dari manifestasi hawa nafsu dalam kehidupan), serta mengenal secara utuh dirinya dan lingkungan di sekitamya. 

Gatra kedua, Ramadan melatih manusia untuk melakukan penjadwalan hidup yang ideal, dalam arti mampu mengakomodasi semua potensi manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang sempurna. Proporsi ibadah, waktu tidur-bangun, serta kegiatan harian yang kita lakukan sepanjang bulan Ramadan adalah esensi nilai ideal yang merupakan pencerminan suatu proses manajemen waktu yang sangat sesuai dengan potensi seorang manusia. Tidur setelah kita melakukan ibadah salat tarawih/Qiyamul La'il, dan terbangun di pengujung 1/3 malam untuk makan sahur, adalah pola tidur paling tepat untuk seorang manusia. Tepat dalam arti mampu mengoptimalkan tampilan dan kinerja sistem tubuh (khususnya endokrin/hormonal) dan sistem pengambilan keputusan seorang manusia. Hormon seorang manusia fluktuatif mengikuti irama harian elemen lain di alam semesta (sinar matahari, gravitasi bulan, suhu udara, kelembaban, dan kadar CO2). Elemen-elemen dasar tadi temyata juga tidak berdiri sendiri, melainkan suatu bentuk interaksi yang mengomposisikan secara selaras berbagai peran dari sub-sub elemen kehidupan, seperti tumbuhan, hewan, bakteri, ataupun jamur. 

Gatra ketiga, Ramadan juga mengajari kita tentang fitrah diri seorang manusia. Bila waktu beraktivitas harian telah tertata, kita sebagai manusia juga dituntut mampu menyelaraskan kegiatan fisik yang secara simultan selalu kita lakukan dalam keseharian. Ilmu faal telah menerangkan bahwa komposisi tubuh manusia didominasi oleh air (lebih dari 70%). Apakah komposisi makanan kita telah mencerminkan itu? Reseptor kelezatan di lidah seita enzim pencernaan di usus adalah dua karunia Allah yang sekaligus merupakan ujian terberat bagi seorang manusia. Di satu sisi kelezatan dan kenikmatan ingin kita teguk sebanyak-banyaknya dan selama-lamanya, di sisi lain kelezatan dan kenikmatan yang berlebih akan membuahkan bencana. Apakah kita su-dah mengatur dalam hidup kita un-tuk mencicipi sedikit kelezatan dan kemudian panjang lebar men-syukurinya? Banyak dari kita secli-lcit bersyukur serta tamak dalam mereguk kenikmatan. 

Kondisi inilah awal dari suatu bencana hedonisme, budaya instan, dan kekeroposan berbagai sistem tubuh manusia (misal munculnya penyakit jantung koroner, diabetes melitus, ataupun berbagai penyakit degeneratif lainnya). Hal yang paling sederhana dan hampir setiap saat kita lakukan dalam kehidupan, berjalan kaki, apakah kita sudah mengatur dan mengelolanya dengan baik sebagai suatu bentuk ibadah? Ingat dalam salah satu rangkaian ibadah haji dan umrah, sa'i antara Bukit Shofa dan Bukit Marwah telah menggambarkan mekanisme pengaturan jalan yang ideal. Ada tahap adaptasi, tahap akselerasi, dan tahap relaksasi. Tiga tahap utama ini hendaknya mampu kita manifestasikan dalam setiap aspek kehidupan yang mengedepankan unsur gerak motorik dan keseimbangan karena akan berdampak kepada tercapainya keoptimalan semua sistem yang terlibat di dalamnya.

Ibadah puasa mengajarkan kita metode yang efektif untuk mengefisienkan berbagai pranata dan fungsi fisik yang telah dikaruniakan Allah SWT kepada kita, termasuk di dalamnya sistem imun dan endokrin tubuh, insya Allah kita mampu menyadarinya dan mengimplementasikannya pula dalam 'jatah" hidup pasca Ramadan yang diberikan kepada kita. Amin! 

Maman Malmsteen
Maman Malmsteen Aktif menulis sejak tahun 1986 di media massa. Menjadi announcer di Radio Fantasy 93,1 FM sejak tahun 1999. Menjadi Blogger sejak tahun 2010. Sekarang aktif sebagai Content Writer untuk beberapa Blog/Website.

Posting Komentar untuk "Puasa Optimalkan Imunitas Tubuh"

Follow Berita/Artikel Jendela Informasi di Google News