iklan space 728x90px

Ragam Upaya Agar Anak Senang Membaca

Jendela Informasi - Membuat anak senang membaca bisa jadi salah satu pekerjaan sulit bagi sebagian orangtua. Betapa tidak, banyak "gangguan” yang menggoda anak-anak kita di tengah bertebarannya perangkat teknologi. Bermain gadget jauh lebih menyenangkan ketimbang kegiatan membaca yang dirasakan membosankan. Seabrek permainan baik online maupun offline menanti untuk dimainkan. Media sosial yang kian beragam serta fitur lainnya yang tak kalah menarik menjadi godaan utama.

Orangtua memang harus memutar otak agar kegiatan membaca menjadi kebiasaan yang tak kalah menyenangkan dibandingkan dengan kegiatan lain. Ibu harus membuat "strategi" agar salah satu kegiatan literasi ini menjadi kebiasaan yang menyenangkan di rumah karena kegiatan membaca, menulis, mendengar, atau berbicara diyakini akan berkembang jika menjadi kebiasaan.


Untuk menjadi kebiasaan, tentu harus didukung dengan lingkungan yang juga memadai. Mengajak anak sedari kecil ke toko buku, jajan buku, dan menyediakan beragam buku di rumah bisa jadi salah satu upaya pembiasaan. Bisa juga sekadar mengunjungi perpustakaan dan taman-taman bacaan dengan aneka ragam koleksinya dan tempat yang tak kalah nyaman.

Buku-buku yang disodorkan haruslah yang menarik agar anak mau menyentuh dan membacanya. Harapannya tentu saja agar buku dan kegiatan membaca ini menjadi salah satu bagian dari keseharian anak. Yang juga tak kalah penting adalah contoh dari orangtua. Biasanya, anak mengikuti apa yang dia lihat setiap hari.

Tak semua orangtua punya kesadaran tentang hal itu, apalagi jika kondisi ekonomi keluarga kurang memadai. Jangankan untuk membeli buku, untuk makan sehari-hari saja sulit. Malah, anak-anak akhirnya dipaksa ikut memikirkan cara mencari uang untuk mengisi perut. Jangankan untuk jalan-jalan ke perpustakaan atau toko buku, waktu pun tak pernah cukup untuk mencari sesuap nasi dan mengerjakan seabreg pekerjaan rumah yang tak pernah tuntas.

Persoalan minat baca memang menjadi salah satu masalah yang dialami bangsa Indonesia. Berdasarkan survei UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia baru 0,001 persen. Artinya, dari seribu warga Indonesia hanya ada satu warga yang memiliki minat baca. Data lain menyebutkan, Indonesia berada di uratan 60 dari 61 negara berdasarkan World's Most Literate Nations yang merupakan hasil penelitian dari Central Connecticut State University 2016.

Pekerjaan berat bagi pemerintah untuk mengatasi masalah ini. Bicara anggaran pastinya butuh dana yang tak sedikit untuk membuat berbagai program yang bisa merangsang minat baca. Persoalan utama yang mendesak untuk segera diselesaikan saja belum semua teratasi, apalagi untuk menyelesaikan masalah minat baca yang bagi sebagian kalangan dianggap bukan masalah krusial.

Kendati demkian, berbagai terobosan terus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan minat baca. Seperti menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Perwujudannya adalah mewajibkan pelajar membaca 15 menit sebelum waktu pembelajaran dimulai, khususnya bagi siswa SD, SMP, dan SMA. Juga ada program Kampung Literasi yang dilaksanakan di berbagai daerah di Indonesia dengan anggaran yang tak sedikit. Terakhir, ada program "Leaders Reading Challenge" (LRC), siswa di sekolah ditantang untuk membaca buku kemudian mengungkapkan isi buku dan mendiskusikannya. Dalam program ini siswa dipaksa membaca karena dia harus mempresentasikan isi buku tersebut.

Berbagai upaya tersebut harus didukung semua pihak, tak hanya sekolah juga lingkungan sekitar, terutama orangtua. Tanpa dukungan maksimal dari semua pihak, termasuk dari swasta dan masyarakat, mau dipaksa dengan cara apa pun sepertinya program literasi bakal sulit berhasil diterapkan kepada semua anak.

Agenda-agenda di luar program resmi mestinya juga jadi bidikan. Sudah banyak masyarakat yang punya kepedulian terhadap ironi dunia literasi di Indonesia. Ada perorangan yang membuat perpustakaan atau taman bacaan dan rela meminjamkan koleksi buku-bukunya secara gratis. Ada juga komunitas yang berkeliling meminjamkan buku-buku koleksinya.

Perpustakaan belum mampu jadi magnet bagi masyarakat untuk berkegiatan literasi. Selain fasilitasnya yang harus dilengkapi dengan fasilitas yang kekinian, perpustakaan konvensional sebaiknya memiliki berbagai agenda yang menarik. Perpustakaan sekolah pun ada baiknya disulap menjadi tempat nyaman agar anak-anak tertarik mendekat dan yang terpenting membaca koleksi bukunya. Tak sekadar menjadi tempat yang hanya didatangi saat ada tugas dari guru atau jadi tempat "tumpangan" untuk mendapat Wi-Fi gratis yang pastinya bukan untuk membaca buku digital.

Maman Malmsteen
Maman Malmsteen Aktif menulis sejak tahun 1986 di media massa. Menjadi announcer di Radio Fantasy 93,1 FM sejak tahun 1999. Menjadi Blogger sejak tahun 2010. Sekarang aktif sebagai Content Writer untuk beberapa Blog/Website.

Posting Komentar untuk "Ragam Upaya Agar Anak Senang Membaca"

Follow Berita/Artikel Jendela Informasi di Google News