iklan space 728x90px

Pierre Tendean, Letnan Tampan yang Jadi Rebutan Para Jendral untuk Dipilih Jadi Ajudan


Jendela Informasi - Pierre Tendean, mempunyai masa depan yang indah. Dalam soal pelajaran, ia menonjol. Pilihan ke bidang militer, sesuai dengan keinginannya, membuktikan tekad. Ia juga sangat tampan. Julukannya Robert Wagner dari Panorama. 

Pengalaman medan perang juga bukan hal baru. Bahkan semasa masih menjadi taruna. Masa depan yang indah itu terpupus habis, kala para pemberontak G30S/PKI menculiknya. Membawa ke Lubang Buaya dan menyiksanya habis-habisan.

Karir militernya yang singkat, memberi bukti kuat. Ia prajurit yang tabah. Bermental baja, tahan menderita.

Pierre di akhir hidupnya dianugrahi gelar Pahlawan Revolusi. Seorang letnan di antara para jendral yang mendapat kehormatan militer penuh ketika dimakamkan di Kalibata. Sebelum berangkat, Pak Nasution berlutut di depan peti ajudannya. Perjaka yang menyiapkan perkawinannya ini, menunaikan tugas suci sebagai putra Indonesia yang tulus pengabdiannya.

Pierre Tendean adalah putra bungsu dr. A.L. Tendean, putra ketiga yang lahir dari ibunya Cornel M.E. yang masih berdarah Prancis. Ketika lahir 21 Februari 1939, Pierre adalah anak kesayangan. Curahan dan harapan bagi masa depan. Bukan karena Pierre si bungsu yang lelaki di antara dua kakaknya perempuan, akan tetapi karena Pierre menunjukkan kemampuan bergaul dan ceras. 

Masa kecilnya dilalui di daerah Jawa Tengah, di lereng Gunung Merapi. Ketika itu Belanda menjalankan Agresi Militer ke II. Pierre yang dididik dari keluarga Kristen Prostestan bisa bergaul dengan anak-anak desa yang berlainan adat kebiasaannya. Ini terus terbawa ketika mulai menyelesaikan Sekolah Dasar di Magelang, Sekolah Menengah Pertama, dan kemudian menamatkan SMA bagian B di Semarang. Nilai ujiannya menonjol. Bahasa Jerman dalam ujian mendapat nilai 9. Juga untuk pelajaran olahraga. Keinginannya menjadi prajurit sudah mengental saat itu, walau ayahnya yang dokter mengharapkan Pierre meneruskan ke Fakultas Kedokteran. Pierre memilih testing dua-duanya tapi kemudian masuk ke Akademi Militer jurusan Teknik. Bulan November 1958 Pierre diterima, dan masuk pendidikan Akademi Teknik Angkatan Darat (Aktekad) di Bandung. Tahun 1962 lulus dengan sangat memuaskan dan dilantik sebagai Letnan Dua.

Pierre yang tampan, gagah, menjadi bintang semasa taruna. Bukan hanya karena ia selalu menjadi pusat perhatian dalam pertandingan voli dan bola basket saja. Bukan di antara para pemudi saja, tetapi juga di antara teman-teman seangkatan maupun para pelatih Pierre. Pierre yang dijuluki "Robert Wagner dari Panorama". Robert Wagner adalah bintang film tampan dari Amerika, Panorama tempat pendidikan Aktekad. Humor yang banyak dipeiajari dari pergaulan di Jawa Tengah mempermudah dan memperluas pergaulan Pierre.

Pierre mempunyai pengalaman dalam berbagai tugas. Sewaktu masih Kopral Taruna, tahun 1958, sudah ikut dalam Operasi menumpas Pemberontakan PRRI di Sumatra. Pierre ditempatkan dalam kesatuan Zeni Tempur yang mengikuti Operasi Sapta Marga. Jabatan Letnan Dua Pierre yang pertama adalah sebagai Komandan Peleton pada Batalyon Zeni Tempur 2/DAM II di Medan. Dalam pelaksanaan tugas ini Pierre melaksanakan dengan hasil yang dipujikan.

Sewaktu konfrontasi dengan Malaysia, Letda Pierre memasuki pendidikan intelejen. Selesai pendidikan, menelusup ke Malaysia, diperbantukan pada Dinas Pusat Intelejen Angakatan Darat (DIPLAD) yang bertugas di garis depan. Selama setahun bertugas di garis depan, Pierre bisa menelusup ke Malaysia tiga kali. Menyamar sebagai turis, berbelanda. Yang kedua bahkan bisa mengambil teropong milik tentara Inggris yang disimpan sebagai kenangan. Yang ketiga kalinya adalah saat yang kritis. Di tengah laut ia dikejar oleh sebuah destroyer, kapal perusak Inggris. Pierre melarikan speedboatnya, membelokkan, dan kemudian ia sendiri menyelam. Bergantung di belakang perahu dengan seluruh badan tenggalam dalam air. Ketika destroyer itu mendekat hanya melihat seorang yang tak mencurigakan, lalu segera pergi meninggalkan. Pierre berhasil lolos dari lubang jarum. Berkat kecerdikannya!

Sebelum menjadi ajudan Pak Nas, Pierre "diperebutkan" untuk menjadi ajudan Jendral Hartawan dan Jendral Dandi Kadarsan. Tetapi kemudian, seperti diketahui Pierre menjadi ajudan Jendral Nasution. Ketika itu pangkatnya naik menjadi Letnan Satu. Secara resmi, Lettu Pierre menjadi ajudan resmi tanggal 15 April 1965.

Pierre baru bertugas sebagai ajudan Pak Nas lima setengah bulan. Sebenarnya masih banyak yang bisa diberikan oleh prajurit setia ini. Sebetulnya masih ingin mengecap kesenangan dunia: menjenguk Mama, mengawini Rukmini putri bapak Chaimin di Medan.

Tuhan memutuskan lain. Prajurit muda menghadap-Nya. Bersama iringan doa sebagian terbesar rakyat Indonesia. Suatu hari, jika kita lewat jalan dengan namanya, kita mengenang kepahlawanannya, terilhami pengabdiannya.

Maman Malmsteen
Maman Malmsteen Aktif menulis sejak tahun 1986 di media massa. Menjadi announcer di Radio Fantasy 93,1 FM sejak tahun 1999. Menjadi Blogger sejak tahun 2010. Sekarang aktif sebagai Content Writer untuk beberapa Blog/Website.
Follow Berita/Artikel Jendela Informasi di Google News