iklan space 728x90px

Cara Mengawal Anak untuk Lebih Bermoral

Jendela Informasi - Menjadi orangtua itu tidak dapat dialihtugaskan kepada siapa pun. Menjadi penting bagi setiap keluarga untuk memahami bahwa membesarkan anak itu tidak sekadar melihat anak tumbuh secara fisik, tetapi juga harus mengawal pertumbuhan psikologisnya. Bukankah pada dasarnya setiap anak terlahir baik?

Umumnya, perasaan bersalah dari orangtua karena meninggalkan anak terkadang membuat sebagian menerapkan pola asuh yang kurang konsisten. Kondisi seperti itu membuat peraturan yang diterapkan oleh orangtua menjadi kurang berjiwa dan tidak terinternalisasikan dalam pembentukan karakter anak. Pada dasarnya, semua kendali anak merupakan hak sepenuhnya orangtua. Hal itu akan menjadi bentuk otoritas ibu sebagai orangtua.

Setiap anak sering kali lebih menyukai untuk mendapatkan hal-hal yang cukup menyenangkan baginya. Jika terjadi pengasuhan yang beragam, mereka biasanya mendekati orang-orang yang sekiranya dapat menyenangkannya dan menghindari adanya konsekuensi. Sehingga, mereka kurang menyadari bahwa jika seseorang tidak pernah "teruji" dalam hidupnya, mustahil seseorang itu akan pernah menjadi kuat. Mereka juga cenderung kurang mampu memahami nilai-nilai kehidupan secara utuh dan pada akhirnya perkembangan moralnya kurang berkembang dengan baik.

Pada dasarnya, pemahaman seseorang terhadap moralitas berkembang secara bertahap. Untuk mengetahui tingkat perkembangan moral seseorang, perlu kiranya menjajaki sejauh mana kematangan perkembangan moral mereka. Untuk sampai pada kematangan perkembangannya, mereka akan melalui tahapan-tahapan sesuai dengan proses perkembangan moral itu sendiri.

Ahli psikologi pendidikan dan psikologi sosial dari Harvard Amerika, Kohlberg menerangkan, perkembangan moral itu terdiri atas 6 tahap.

Tahap 1, orientasi hukuman dan kepatuhan. Pada awalnya, pertimbangan moral seseorang semata-mata didasarkan pada kepatuhan atau ketakutan atas hukuman. Sampai usia 5 tahun perkembangan moral anak umumnya masih pada tahapan ini.

Tahap 2, orientasi hubungan barter. Pada tahap ini, perbuatan dinilai benar bila dapat memuaskan kebutuhannya juga orang lain. Perbuatan yang dilakukan seorang anak tidak lagi dilakukan karena ketakutan terhadap hukuman, tetapi berdasarkan kemauan untuk memberi dan menerima dalam bentuk sederhana. Pada tahap ini, anak mulai belajar untuk menempatkan diri di tempat orang lain meskipun masih terkesan mementingkan diri-sendiri. Umumnya, tahap ini ada sampai usia praremaja.

Tahap 3, moralitas "anak manis" (good boy/girl). Pada tahap ini, anak memandang perbuatan itu baik atau berharga apabila dapat menyenangkan, membantu, atau disetujui/diterima orang lain. Sikap manis yang ditampilkan anak sebagai bentuk agar ia dapat diterima oleh lingkungannya.

Tahap 4, orientasi hukum dan ketertiban. Perilaku yang baik adalah melaksanakan atau menunaikan tugas/kewajiban sendiri, menghormati otoritas, dan memelihara ketertiban sosial. Sekarang anak sudah berusaha bertingkah laku sesuai dengan aturan yang berlaku di masyarakat.

Tahap 5, orientasi kontrol sosial legalitas. Pada tahap ini perbuatan atau tindakan yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak-hak individual yang umum dari aturan yang telah disepakati oleh seluruh masyarakat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Seseorang tidak sekadar mengikuti peraturan yang berlaku, tetapi ia pun bisa memberikan penilaian sendiri atas perilaku yang ditampilkannya.

Tahap 6, orientasi prinsip etika universal. Kebenaran ditentukan oleh keputusan kata hati, sesuai dengan prinsip-prinsip etika yang logis, umum, dan konsisten. Pada tahap terakhir, pertimbangan moral lebih didasarkan pada hati nurani.

Dengan adanya pemahaman terhadap tahapan perkembangan moral anak, orangtua akan mengetahui pada tahap mana kematangan moral anak sekarang berkembang. Namun, jika yang terjadi usia kalender anak berada jauh lebih rendah dari usia kematangan mentalnya, tentunya diperlukan proses "reedukasi". Perlu rekonstruksi ulang agar kematangan moral anak sesuai dengan usia perkembangannya.

Pada persoalan ibu, tentunya diperlukan beberapa langkah yang segera dapat dilakukan, antara lain:
  • Mendekatlah pada anak baik secara lahir maupun batin.
  • Membuat kesepakatan antara ibu dan keluarga besar agar lebih memberikan ruang dalam mengawal putra putri ibu. Semua harus dengan sadar bahu-membahu berupaya mengembalikan anak untuk menjadi lebih baik. Andil dari semua pihak akan lebih mempermudah dan mempercepat perubahan yang diharapkan.
  • Anak harus kembali berada lebih banyak pada keluarga intinya. Dalam kondisi sekarang, intensitas yang jarang antara orangtua dan anak akan mempersulit dalam menerapkan strategi pembelajaran moral pada anak.
  • Terakhir, tetaplah berikhtiar dengan sabar yang didukung oleh pengetahuan dan doa.
Maman Malmsteen
Maman Malmsteen Aktif menulis sejak tahun 1986 di media massa. Menjadi announcer di Radio Fantasy 93,1 FM sejak tahun 1999. Menjadi Blogger sejak tahun 2010. Sekarang aktif sebagai Content Writer untuk beberapa Blog/Website.
Follow Berita/Artikel Jendela Informasi di Google News