Jendela Informasi - Hanya berjarak sekira satu jam perjalanan dari pusat kota Kuningan, Talaga Remis adalah salah satu objek wisata danau yang menawarkan keindahan alami dan ketenangan suasana.
Talaga Remis berada di Desa Kaduela, Pasawahan, Kabupaten Kuningan. Sebuah area di bawah kaki Gunung Ciremai, dekat dari arah Kota Cirebon. Luas danau mencapai 3,25 hektare dengan luas keseluruhan kawasan 13 ha.
Areal danau dikelola oleh Perum Kehutanan Kabupaten Kuningan, memiliki kelebihan hawa yang sejuk dengan pemandangan pepohonan pinus. Terdapat berbagai jenis tumbuhan, termasuk yang langka, seperti pohon sonokeling malaka, kosambi, juga pisang hyang. Ada jembatan yang populer yang disebut Jembatan Merah, sering menjadi spot swafoto pengunjung.
Talaga Remis merupakan tempat yang ampuh menjadi pelepas kepenatan dari berbagai rutinitas sehari-hari. Terdapat jalur khusus untuk pejalan kaki yang dibuat untuk memutari danau. Objek wisata juga memiliki pemandian alam, tempat bermain anak, perahu motor, dan wahana sepeda air untuk berkeliling. Bagi penyuka hobi mancing, di telaga terdapat aneka ikan yang dapat dinikmati seperti ikan mujair dan ikan emas yang menjadi ikan paling dominan di Talaga Remis.
Awal mula nama Talaga Remis adalah berasal dari dua kata, yaitu talaga dan remis. Talaga adalah telaga atau danau dalam bahasa Sunda, sedangkan remis merupakan sejenis kerang bewarna kuning yang hidup di sekitar telaga. Remis juga dapat diartikan seri bila dalam pertarungan. Berputar banyak mitos yang menceritakan awal mula terbentuknya Talaga Remis.
Zaman dulu, Keraton Cirebon dipimpin oleh Sultan Matangaji yang menolak memberi upeti pada Kerajaan Mataram. Diutuslah seorang Pangeran yang bernama Salingsingan beserta anak buahnya, tetapi sebelum tiba ke tempat tujuan, rombongan itu bertemu dengan sekelompok orang yang dipimpin oleh Pangeran Purabaya dari Mataram yang menagih upeti. Upeti itu seharusnya diberikan. Karena menolak, akhirnya perang tak terelakkan.
Nah, dengan lamanya pertarungan, Pangeran Salingsingan akhirnya menangis tanpa henti, lalu terjadilah telaga. Lawannya, Pangeran Purabaya, dikisahkan berubah wujud menjadi seekor bulus atau kura-kura. Hewan bulus tersebut diberi nama oleh warga sekitar, Si Mendung Purbaya yang menjadi penjaga telaga.
Versi lainnya, telaga tercipta karena doa dari Raja Siliwangi. Seusai bertapa, raja merasa haus dan cuma mendapat sisa-sisa embun dari celah batu. Lalu, ia pun berdoa supaya daerah di hadapannya itu subur dan terus memiliki embun yang tak ada habisnya. Doanya terkabul dan terciptalah telaga yang berair bening.
Cerita mitos itu dipercaya turun-temurun hingga saat ini. Kepercayaan yang berkembang, di sekitar telaga tidak boleh berpacaran. Barangsiapa yang melanggar, akan putus tak lama setelah pulang dari Talaga Remis. Menurut warga, telaga itu merupakan simbol kerendahhatian seorang pangeran Muslim. Dengan demikian, dianggap pantang menodainya dengan berpacaran di sana. [E. Saepuloh/PRM/24112019]